Mencari Inti Manusia

Sebagai seorang manusia pernahkah kita menemukan inti dari diri kita sendiri? core manusia itu dimana dan apakah itu? Apakah pertanyaan seperti itu muncul di dalam benak kita atau bahkan kita tidak pernah peduli sama sekali dengan apa yang ada dalam diri kita. Ayolah kawan, hidup tidak seskeptis itu.


Pada postingan sebelumnya, kita telah memulai dengan menemukan hakikat manusia menurut manusia sebagaimana yang disampaikan oleh para tokoh filsafat diantaranya Plato yang menyebutkan bahwa hakikat manusia terdiri pada tiga unsur yaitu rasio, ruh, dan nafsu yang kemudian plato menyebutkan bahwa ruh dan nafsu ini dikendalikan oleh rasio. Adapun Descartes, cukup menguatkan pernyataan daripada Plato ini dengan mengatakan bahwa hakikat manusia adalah akalnya. Sehingga Descartes membuat sebuah pernyataan bahwa manusia akan ada apabila ia berpikir. (cogito ergo sum).

Seperti yang kita ketahui bahwa manusia secara kasat mata terdiri dari bagian-bagian, yaitu kepala, badan, tangan, kaki dan banyak lagi. Adapun otak yang katanya "sebagai alat untuk berpikir" dengan alasan segala perilaku dan tindakan yang dilakukan oleh manusia merupakan perintah dari otak. Seperti halnya ketika sedang lapar maka otak memerintahkan tubuh untuk makan.


Menurut Prof. Dr. Ahmad Tafsir dalam bukunya yang berjudul Filsafat Pendidikan Islam menyatakan bahwa desain pendidikan yang dibentuk secara parsial dan tidak terintegrasi sehingga tidak dapat mendidik manusia menjadi manusia. Maksudnya adalah bahwa yang dididik adalah tangan, badan, dan otaknya saja sementara manusianya tidak. Misalnya, seperti ahli mesin, ahli melukis, atau ahli musik sekalipun belum tentu manusianya ikut terdidik. Padahal, pendidikan adalah proses untuk memanusiakan manusia. Oleh karenanya, untuk melakukan hal tersebut perlu kiranya mengetahui kesejatian atau inti dari pada manusia itu.

Ahmad Tafsir juga menganalogikan dalam bukunya, layaknya sebuah bawang merah. Ketika kita mengupas bawang merah pada kulit pertama, kita akan menemukan kulit selanjutnya, kemudian kita mengupasnya lagi, dan menemukan kulit ketiga lantas, yang mana yang disebut dengan bawang? Bawang yang kita kupas tersebut pada akhirnya akan sampai pada intinya yaitu inti bawang. Inti tersebut disebut lembaga (kotiledon), dari sinilah ia akan tumbuh dan berkembang dan menghasilkan bawang-bawang lainnya apabila ditanam. Begitupula dengan manusia, dalam dunia pendidikan manusia harus menemukan kotiledon-nya yang kemudian menjadi sasaran pendidikan. Dengan demikian, manusia yang terdidik tersebut akan menjadi lulusan yang mampu menumbuh suburkan kehidupan di masyarakat kelak.

Banyak pandangan mengenai hakikat manusia baik menurut para filsafat barat maupun filsafat Islam. Salah satu diantaranya adalah pendapat dari Al Syaibani yang menyatakan bahwa manusia terdiri dari tiga unsur yang saling berkaitan yaitu jasmani, ruhani dan akal. Ketiga unsur tersebut sebenarnya diambil dari pemikirannya terhadap manusia menurut Al-Qur'an yang membangun manusia secara seimbang. Kaitannya dengan pendidikan maka, Al Syaibani menekankan pada tiga unsur tersebut yaitu jasmani, akal dan ruhani sehingga, ketiga unsur tersebut ibarat sebuah segitu tiga sama kaki yang saling terintegrasi.


Pemikiran Al-Syaibani terhadap hakikat manusia memberikan pandangan kepada kita agar senantiasa melakukan proses pendidikan secara proporsional agar tujuan dari pada pendidikan tercapai. Apabila hal tersebut dilakukan secara proporsional maka ada 2 kemungkinan, yaitu pertama, kita akan berhasil mengembangkannya secara proporsional atau yang kedua, kita akan gagal mengembangkannya secara proporsional.

Pada pemikiran Al-Syaibani yang mencoba untuk mengintegrasikan ketiga unsur tersebut secara proporsional rupanya masih di pertanyakan oleh Ahmad Tafsir. Menurutnya, anggap saja kita berhasil mengembangkan ketiga unsur tersebut secara proporsional akan tetapi, akan terdapat kesulitan bagi kita untuk menemukan dari ketiga unsur tersebut sebagai unsur pengintegrasi. Artinya unsur manakah yang mengintegrasikan ketiga unsur tersebut sehingga dapat berkembang secara proporsional, apakah jasmani, akal atau ruhani yang memiliki pernanan tersebut. Atau mungkin saja ada unsur lain di luar ketiga unsur tersebut yang dapat mengintegrasikannya?

Pada masa perkembangan Yunani kuno, telah diingatkan bahwa tujuan dari pendidikan adalah memanusiakan manusia. Mendidik manusia untuk menjadi manusia. Bukan hanya mendidik otak (akal) saja sehingga melahirkan kepintaran, atau mendidik tangannya saja sehingga dapat melahirkan keterampilan. Oleh karenanya, perlu kiranya kita mendidik inti dari manusia yang mampu mengintegrasikan jasmani, akal dan ruhaninya. Sehingga, menurut Ahmad Tafsir yang menanyakan apakah inti (core) manusia itu, pendapat Al-Syaibani belum bisa menjawabnya.

Dikaitkan pada pandangan Islam, mengenai inti dari manusia itu Ahmad Tafsir menjelaskan tentang sebuah kisah yang terdapat dalam Al-Quran surah Al-Hujurat ayat 14. Bahwa pada masa Rasulullah SAW, datanglah sekelompok orang Arab badui menemui Rasulullah SAW dan berkata "Ya Rasulullah kami telah beriman." Kemudian Rasulullah SAW mendapatkan wahyu sebagaimana firman Allah SWT. 

"... Katakanlah (kepada mereka) "Kamu belum beriman" tetapi katakanlah "Kami telah tunduk" karena iman belum masuk ke dalam qalbumu, dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasulnya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun (pahala) amalanmu, sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang" (QS. Al Hujurat : 14)

Iman tentu saja memiliki kedudukan yang sangat tinggi bagi kehidupan manusia. Sementara menurut dalil tersebut dapat disimpulkan bahwa kedudukan iman berada dalam qalbu. Dan informasi ini sangat penting untuk kita ketahui.

Pada dasarnya manusia selalu di kendalikan pandangan hidupnya, karena iman merupakan sebuah pandangan hidup maka manusia harus dikendalikan oleh imannya. Oleh karenanya, Ahmad Tafsir mengatakan bahwa inti dari manusia adalah imannya. Sementara ayat Al-Qur'an tersebut mengatakan bahwa iman manusia berada pada qalbunya sehingga, qalbu inilah yang dijadikan sasaran penddidikan untuk diisi dengan iman.

Kemudian lebih jelas lagi Ahmad Tafsir menjelaskan hal tersebut dengan melalui pendekatan hadist Qudsi yang berbunyi sebagai berikut,

"Aku jadikan pada manusia itu ada istana (qashr), di dalam istana itu ada dada (shadr), di dalam shadr ada kalbu (qalb), di dalam qalb itu ada fu'ad, di dalam fu'ad itu ada syaghaf, di dalam syaghaf itu ada lubb, di dalam lubb itu ada sirr, dan di dalam sirr itu ada Aku (Ana)"

Untuk lebih jelas Ahmad Tafsir menggambarkan inti manusia berdasarkan hadist tersebut adalah sebagai berikut,


Dari gambar tersebut kita menemukan inti manusia itu yaitu Ana. Aku menjadi inti daripada manusia, maksudnya adalah Allah SWT. Sehingga, dapat kita simpulkan bahwa inti manusia ini bersifat Ilahiyah.

Demikian penyampaian pencarian inti manusia saat ini. Semoga kita semua dapat mengambil banyak pelajaran dari postingan ini. Maka, untuk memulai mendidik manusia sehingga menjadi manusia adalah dengan mendidik kalbunya terlebih dahulu.

Sumber
- Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam
- Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam
- Louis Katsoff, Pengantar Filsafat

Posting Komentar

6 Komentar

  1. Tulisan ini perlu dibaca org banyak.. supaya tahu siapa sejatinua dirinua.. siapa sejatinua tuhan..

    "Barang siapa mengenal dirinya sendiri, tentu akan mengenal tuhan"

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih banyak, Gus mudah-mudahan dapat menginspirasi

      Hapus
  2. Noted.
    Harus banyak banyak baca hakikat diri, biar ngga jalan sambil mendongak.

    BalasHapus

Terimakasih atas kunjungan anda. Silahkan tinggalkan komentar untuk catatan yang lebih baik lagi.