Pemilu 1992 : Golkar Tetap Menang Meskipun Tidak Perkasa

Hajat lima tahunan masih tetap berlanjut, untuk kelima kalinya di era orde baru pelaksanaan Pemilu diselenggarakan. Masih seperti pada Pemilu tahun sebelum-sebelumnya, Pemilu tahun 1992 juga diikuti oleh 2 partai dan satu Golongan Karya. PPP dan PDI masih tetap berdiri dan bertahan sejak terjadinya fusi pada tahun 1973. 

Ada yang berbeda pada Pemilu tahun ini, yaitu dimana kedua partai PPP dan PDI mengalami peningkatan suara bahkan sangat bersaing ketat dalam meraih dukungan. Beda halnya dengan Golkar meskipun mendapat kemenangan dalam Pemilu 1992 tetapi, suara yang diperoleh mengalami penurunan dari pada tahun pemilu 1987. 

 

Sebut saja, Pemilu 1992 yang dilaksanakan pada tanggal 9 Juni 1992 dengan agenda memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pada tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pemilu tersebut, menghasilkan Golkar tampil dengan kemenangan sebesar 68.10 persen dan berhak atas 282 kursi di dalam DPR. Sementara PPP mendapatkan 17.00 persen suara serta 62 kursi dan PDI dengan perolehan 14.489 persen suara dengan 56 kursi di DPR. 

Dari data tersebut, tampak sekali peningkatan yang diperoleh PDI daripada tahun sebelumnya, begitupula dengan PPP meskipun tidak begitu signifikan. Sementara Golkar mengalami penurunan perolehan suara, meskipun pada kenyataannya Golkar masih mampu untuk memenangkan Pemilu dan melanggengkan kekuasaan Rezim Soeharto. 

Apa yang menjadi penyebab adanya kemunduran perolehan suara yang digalang oleh Golkar? Menurut Harry Tjan Silalahi dalam bukunya Bunga Rampai Pemilu 1992 : Suatu Evaluasi (1995) sebagaimana yang dikutip oleh tirto.id, ada beberapa masalah yang membuat Golkar mengalami penurunan suara pada Pemilu tahun ini. Salah satu diantaranya adalah karena masalah internal partai, masalah tersebut berupa buruknya komunikasi yang dibangun antara Dewan Pertimbangan dan Dewan Penasihat cabang Golkar diberbagai Provinsi diantaranya Kalimantan Barat, Riau, Sulawesi Utara dan NTT. 

Beberapa relawan dan aktivis Golkar juga merasa kecewa dengan sikap partainya yang kian abai terhadap mereka setelah masa pemenangannya pada Pemilu 1987. Sementara yang paling merasa dikecewakan adalah mereka yang berada pada kalangan Purnawirawan ABRI. Adapun, kejadian hal tersebut dimanfaatkan oleh PPP dan PDI untuk menggalang suara-suara mereka. 

Demikian pula, lanjut Harry Than Silalahi bahwa Golkar tidak memiliki kiat khusus untuk mendulang suara pada pemilih pemula yang suaranya sangat diperhitungkan yakni sekitar 17 juta suara. Hal ini, justru menjadi titik lemah Golkar yang dimanfaatkan PPP dan PDI untuk bersaing meraih suara mereka. Bahkan PDI dengan serta merta pada kampanye-kampanye menyatakan bahwa partainya adalah kawila muda dan wong cilik.

Itulah sekilas sejarah Pemilu 1992 yang dapat saya sampaikan dalam catatan hari ini. Kita semua selalu berharap, semakin dewasa usia bangsa ini, semakin dewasa pula dalam menegakan kedaulatan rakayat yang diimplementasikan dalam Pemilihan Umum.

Posting Komentar

0 Komentar