Kisah Inspiratif : Rezeki Selalu Datang Dari Arah yang Tidak Diduga-duga

Wayarzukhu min haitsu laa yahtasib. Begitulah kira-kira potongan bunyi ayat Al Qur'an mengenai rezeki. Hari ini aku akan berbagi kisah dengan kawan-kawan, kisah yang baru saja aku lewatkan sekian jam di salah satu tempat di Kota Sukabumi. Sebut saja, di Kantor DPD PKS Kota Sukabumi. 


Malam itu 12 Agustus 2020 aku berencana untuk menghadiri undangan KNPI Kabupaten Sukabumi untuk menerima hadiah di ajang lomba video. Kebetulan tim Giri Salaka HMI dimana aku terlibat didalamnya keluar menjadi juara 2. Karena yang datang waktu itu ada empat orang dari tim kami sementara hanya ada 3 orang yang diperkanankan masuk ke dalam aula Pendopo, aku yang datang agak terlambat datang waktu terpaksa tidak bisa ikut masuk. 

Tidak apa-apa. Setidaknya aku sudah menyempatkan. Karena kebetulan sedang di kota Sukabumi, aku teringat tentang Kartu Anggota FLP Kota Sukabumi yang salah kirim dengan FLP Kabupaten Sukabumi. Seketika aku menghubungi teh Vina Sri melalui inbox facebook yang kemudian teh Vina Sri memintaku untuk menemui suaminya di Kantor DPD PKS Kota Sukabumi. Daripada aku menyendiri di Kota Sukabumi atau menunggu di luar di Pendopo, aku memutuskan untuk menemui suami teh Vina Sri dengan tujuan utama untuk menukarkan Kartu Anggota. 

Aku berjalan di tengah gemiricik gerimis malam di Kota Sukabumi dari Pendopo sampai ke Ramayana Kota Sukabumi. Angkot hitam jurusan Baros - Kota Sukabumi itu melesat membawaku hinggga ke tujuan. Sesampainya di depan kantor DPD PKS aku di sambut oleh dua orang penjaga gedung tersebut dan menjelaskan maksud dan tujuanku untuk menemui suaminya teh Vina Sri sekaligus minta izin ke kamar kecil untuk membuang air. 

Aku duduk membersamai penjaga gedung ini, sambil menunggu dan berbincang-bincang dengan penjaga. Aku izin untuk mencharge handphone adnan ku yang memang baterainya sudah sekarat tinggal beberapa persen lagi. Dengan sangat berbaik hati dan ramah penjaga tersebut mencabut chargenya dari handphonenya. Aduh jadi merepotkan. Disinilah aku mulai mengajak berbincang-bincang. Awalnya sih berbicara soal politik Nasional hingga politik daerah yang kebetulan di Kota Sukabumi PKS menjadi pemenang pada Pemilu tahun 2019 bahkan pada Pilwalkot tahun lalu menjadi pememang. 

Karena asyik dan nyambung dalam memperbincangkan soal politik, akhirnya aku coba mengenal dirinya lebih jauh. Mulai dari latar belakang pendidikannya sampai kepada kenapa ia sampai berada di tempat ini, dan apa yang melatar belakanginya?
 
Sebut saja Pak Endang (nama samaran, sebenarnya lupa ngak tanya namanya). Sejak kecil ia adalah seorang anak dari keluarga tidak punya, sehingga ia di adopsi oleh keluarga lain yang tidak memiliki anak. Sejak saat itulah, ia tidak lagi mengenal orangtua dan saudara-saudaranya. Jadilah ia seorang anak tunggul dari keluarga tersebut. 
 
Pekerjaannya adalah menggembala kerbau, bertemankan angin dan menjajaki sawah dan ladang. Ia termasuk anak yang cemerlang di Sekolahnya, sehingga tidak ayal ia bisa menuntaskan sekolah hingga selesai SMP dengan beasiswa Super Semar dari Presiden Soeharto. Ada keinginan dirinya untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, tepatnya ia ingin masuk ke STM Pasundan. Salah satu sekolah yang paling termasyhur saat itu. Apalah daya, orangtua angkat sudah tidak mampu untuk membiayai pendidikannya. Endang kecil, terpaksa mengurungkan niatnya tersebut. Tetapi, ia meminta alternatif lain yaitu ingin ke mondok di Pesantren. 
 
Sudah empat tahun lamanya ia belajar di Pondok pesantren hingga akhirnya memutuskan untuk menikah di usianya yang ke-20 tahun. Pak Endang dan istrinya, mengambil profesi sebagai petani. Dimana hasil pertaniannya ia langsung jual kepada masyarakat. 
 
Disuatu ketika ia menemukan Masjid di sebuah komplek perumahan tempat ia menjajakan dagangan hasil pertaniannya. Masjid itu sepi, tidak seorang pun yang berada di dalamnya padahal waktu sholat dzuhur telah tiba. Dengan inisitifnya, ia mengambil wudhu lekas melantunkan adzan. Menunggu beberapa lama, tidak kunjung juga jamaah yang hadir. Akhirnya ia sholat seorang diri. 
 
Selesai sholat, seseorang di luar tampak seperti memanggil-manggil. Dia adalah seorang perempuan, yang rumahnya persis depan masjid ini. 
 
"Kamu yang adzan barusan ya? Suaranya enak sekali. Pasti Kamu kan?" Ucap seorang Ibu tersebut, karena melihat perawakan Pak Endang yang masih muda itu. 

"Tidak Bu. Bukan saya." Ucapnya rendah hati. 

"Disini tidak ada siapa-siapa lagi kecuali kamu!" Akhirnya Pak Endang muda itu tidak mengelak karena semua sudah membuktikan bahwa Pak Endanglah yang melantunkan azan itu. 

Setelah kejadian tersebut, ia mulai ditawari untuk menjadi guru ngaji untuk anaknya secara privat. Dengan senang hati, Pak Endang yang baru saja menikah itu mendapatkan profesi baru selain menjadi petani juga sebagai guru ngaji. Maklum Ibu-ibu, eksistensi Pak Endang mulai dikenal oleh Ibu-ibu komplek dari mulut ke mulut dan banyak yang meminta Pak Endang untuk menjadi guru ngaji. Karena terlalu banyak yang memintanya menjadi guru ngaji, maka ia memutuskan untuk menggelar pengajiannya di Masjid saja. 

Tidak begitu lama menjadi guru ngaji, akhirnya tawaran menjadi guru diniyah pun datang kepadanya. Karena niatnya, untuk mengabdi kepada agama akhirnya ia bersedia menjadi guru diniyah yaitu sekolah agama yang dilaksanakan pada siang hingga sore hari. Profesi menjadi petani masih ia geluti meskipun intensitasnya menurun karena siang harinya harus menjadi guru diniyah dan sorenya harus menjadi guru ngaji di Masjid komplek perumahan. 

Pengabdiannya di Diniyah berlangsung sekitar lima tahunan. Tidak disangka-sangka seorang wali murid menawarkan dia untuk menjadi bagian dari Pemerintah Kota Sukabumi untuk duduk menjadi bagian di bidang PU. Sebenarnya ia ditawari menjadi staff tapi ia menolaknya, karena lebih senang di lapangan. Ia ambil pekerjaan itu. 

Ia sadar akan keinginan yang belum ia capai dahulu waktu selepas dari pendidikan SMP. Sehingga, pada kesempatan ini ia memutuskan untuk mengambil paket C dan berniat untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Saran tersebut ia ambil. Ia bukan lagi seorang petani sekarang, pekerjaan menjadi guru ngaji pun ia alihkan kepada teman yang dipercayainya setelah ia selesai dengan pendidikan tingginya. 

Ia berkerja di dua tempat yaitu di Diniyah dan di Pemerintahan Kota Sukabumi di bagian PU. Karena, keulatannya yang ingin terus melakukan perubahan pada dirinya dan keluarganya Bapak dengan enam anak ini. Ditawari menjadi bagian dari salah satu partai politik. 

Baginya, hidup memang selalu berubah dan semua berkat peran Tuhan. Benar, rezeki memang selalu datang dari arah yang tidak diduga-duga dan Bapak sangat bersyukur atas karunia Tuhan ini. Keteguhan dan keikhlasannya, sungguh sangat menginspirasi. Dan ini adalah pelajaran yang sangat berharga yang kutemui malam itu di Kota Sukabumi.

Posting Komentar

0 Komentar