Akhirnya Bisa Liburan : Memoar Ujung Genteng (Episode 1)

Perjalanan selalu mengukir kenangan. Seperti mereka kawan-kawan sehimpunan yang berencana untuk melakukan sebuah petualangan. Petualangan yang biasanya dilakukan di jalan-jalan melalui aksi atau gerakan sosial. Beda halnya dengan yang satu ini, tujuannya untuk ukhuwah dan rihlah melalui sebuah pengikatan rasa kekeluargaan dan emosional.


Beberapa hari sebelumnya, aku mendapatkan kabar dari Kabid P3A yang berencana akan menghimpun anak-anak HMI dalam sebuah perjalanan Rihlah. Sekali lagi tujuannya tadabur alam dan merangkai ukhuwah antar sesama kader. Tidak lebih dari itu. Sisanya bonus. Di samping kemelut pikiranku yang tidak karuan atas kegalauan yang berbulan-bulan akhirnya aku putuskan untuk ikut dalam rencana para pengurus HMI Komisariat STAI Kharisma tersebut.

Rencana perjalanan ini akan dilangsungkan pada tanggal 25-26 Juli 2020 dengan titik kumpul di Warceu (Warung Ceuri). Rupanya, di tempat ini pula sementara kawan-kawan HMI senantiasa berkumpul, bergelut dengan urusan-urusannya setelah Sekretariat kami resmi pindah pada beberapa hari yang lalu.

Tepat tanggal 25 Juli aku sudah packing dan mempersiapkan segalanya, baju ganti, kaos ganti, celana ganti, dan muka (belum pernah ganti). Rencananya kita akan berkumpul pukul 10.00 WIB aku sengaja, berangkat dari rumah pukul sembilan menyusuri sawah, menghalau hangatnya mentari, "akhirnya aku bisa liburan." Bisik hatiku saat itu.

Handphone Adnan-ku mulai sekarat lagi. Pada malam sebelum pemberangkat aku sudah mengajak salah satu kawan seperjuanganku. "Teh Nina" ia adalah orang yang selalu panggil aku "dede" padahal, tampangku sama sekali tidak seimut itu! Lupakan saja. TAMAT. Handphoneku sudah berada di ujung ajalnya. Mungkin si Adnan pengen segera di ganti.

Aku lanjut menaiki angkot turun di Caringin, bayarnya cuma tiga rebu murah kan. Seperti ketentuan yang pernah di lontarkan oleh kawan-kawan yang mengurus perjalanan ini kita akan berkumpul pada pukul 10.00 WIB di Warceu. Aku tidak tahu jam berapa saat itu, sementara aku harus melanjutkan perjalanan. Tentu saja, aku harus naik angkot lagi jurusan Cicurug-Cibadak.

Memang selalu ada kisah di balik angkot. Seorang perempuan dengan badan gemuk mungkin tiga kali lipat dari badanku persis duduk disampingku dan seorang anak yang tidak kalah gemuknya duduk depannya. Mereka duduk paling belakang angkot ini dan saling berhadapan, sepertinya anak dan Ibu.

Aku tidak mengiranya perempuan itu akan menyapaku. Siapa ya? pikirku. Daripada aku dikira sombong, mungkin menjawab sapaannya lebih baik daripada harus mengatakan "Siapa ya?".

"Kamu Ule kan? kok jarang keliatan di kampung. Masih sekolah ya? kok sekolah terus?" Aku tersenyum mengiyakan. "Sekarang mau kemana?" Rupanya kepo banget nih orang. Sekali lagi, aku tidak ingin di cap sebagai orang sombong yang tidak ramah maka aku jawab sealakadarnya.

"Udah ngak sekolah teh, iya saya jarang di kampung."

"Owh pantes. Jarang liat. Emang sekarang mau dimana?." Katanya "Tapi baik-baik aja kan sama orang-orang kampung?" Pertanyaan pertama aku jawab aku dimana-mana, heran dengan pertanyaan kedua ini, ya aku baik-baik saja dengan orang-orang kampung tidak ada masalah. Aku juga sering ngumpul sama pemuda meskipun seminggu sekali itupun karena jadwal ronda. Ah ada-ada saja orang ini. Tapi, jika di lihat lekat-lekat orang ini memang aku kenal, istrinya mang Aji di Kampung.

"Sekarang mau ke Warceu teh, mau main sama temen-temen." Ucapku "Teteh mau kemana?" aku balik tanya, karena aku mulai kenal dengannya.

"Owh saya mau ke Parungkuda." Katanya "Eh yang benar saja kamu ada dimana-mana? jangan bercanda atuh."

"Hehehe, aku sering di Sekolah teh, ngabdi juga di Sekolah. Tapi, sekarang sudah tidak di sekolah lagi setelah pandemic datang. Tepatnya sih sejak awal tahun 2020, karena banyak kegiatan yang harus di selesaikan."

"Saya salut sama kamu Le." Lah kok salut. Salut kenapa? bukankah aku sedang menderita karena tidak lagi menjadi honorer di sekolah. Apa pula yang orang ini pikirkan. "Orangtuamu pasti bangga. Kamu kuliah dengan biaya sendiri, kemudian aktif di kegiatan-kegiatan. Pokoknya salut. Eh, kenalin ini anak teteh, dia masih sekolah kelas sembilan kalo ketemu di jalan tanya dia. Soalnya anaknya pemalu."

Tahu darimana orang ini? sebelumnya aku tidak menceritakan apapun soal kuliah apalagi soal "biaya sendiri" apalagi tiba-tiba dikenalkan dengan anak perempuannya yang baru kelas sembilan SMP. Bingung aku jawabnya. Aku hanya tersenyum. Gang Warceu sudah di depan mata, segera aku memberitahukan teteh yang tidak tahu pula aku namanya, agar mengakhiri pembicaraan selama di angkot.

Posting Komentar

0 Komentar