Ketika langit tidak mampu bercakap, dan hujan menyertai diantara awan-awan gelap. Indonesia harus kembali berduka karena kehilangan sang maestro terkemuka. Ayahanda Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono harus mengalah dan menghembuskan napas terakhirnya pada hari minggu, 19 Juli 2020 pukul 09.17 WIB di Rumah Sakit Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan.
Sapardi Djoko Damono dikenal banyak orang baik di kalangan sastrawan maupun di kalangan masyarakat pada umumnya. SDD adalah sebutan baginya, ia dikenal sebagai seorang sastrawan yang memiliki karya-karya yang sarat akan makna. Sehingga, tidak ayal ia banyak sekali mendapatkan penghargaan baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Sastrawan yang lahir pada 24 Maret 1940 ini, selain berprofesi sebagai sastrawan SDD juga berprofesi sebagai dosen, dan guru besar di Universitas Indonesia. Menjadi seorang maestro yang memiliki banyak karya tidak ayal jika SDD di kenal oleh banyak kalangan. Berikut adalah beberapa puisi karya Sapardi Djoko Damono,
Aku Ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Puisi aku ingin, merupakan puisi yang sangat populer dan banyak di kenal oleh orang-orang. Bahkan, puisi ini biasa dapat kita temukan di surat-surat undangan pernikahan, atau banyak juga yang melakukan musikalisasi puisi pada puisi ini.
Hujan Bulan Juni
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan juni
Dihapuskannya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu,
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu
Pada Suatu Hari Nanti
Pada suatu hari nanti
Jasadku tak akan ada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Kau tidak akan kurelakan sendiri
Pada suatu hari nanti
Suaraku tak akan terdengar lagi
Tapi di antara larik-larik sajak ini
Kau akan tetap kusiasati
Pada suatu hari nanti
Impianku pun tidak di kenal lagi
Namun disela-sela huruf sajak ini
Kau tak akan letih-letihnya kucari
Puisi yang sarat akan makna ini rupanya menjadi salah satu alasan kenapa Sapardi Djoko Damono masih menulis hingga akhir hayatnya. Sebuah wasiat yang menjadi motivasi bagi kita semua bahwa, raga bisa saja tiada tetapi, jiwanya akan tetap abadi bersama karya-karyanya.
Yang Fana adalah Waktu
Yang fana adalah waktu. Kita abadi
Memungut detik demi detik
Merangkainya seperti bunga
Sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa.
"Tapi yang fana adalah waktu bukan?" tanyamu.
Kita abadi.
Puisi ini merupakan bagian dari kumpulan sajak yang berjudul "Perahu Kertas" pada 1983. Banyak makna yang terkandung dalam puisi tersebut, sehingga banyak orang yang tersihir dengan kata-katanya.
Itulah beberapa karya puisi dari Ayahanda Sapardi Djoko Damono yang akan menjadi kenangan kita bagi para pecinta sastra. Seperti pada bait-bait sajak yang ditulisnya Ayahanda akan tetap abadi dengan maha karyanya. Sebuah kebangga bagi kami bangsa Indonesia pernah memiliki sastrawan layaknya SDD ini. Apakah pepatah, gugur satu tumbuh seribu akan berlaku, atau mungkin kami harus menerima kenyataan sosok ayahanda tidak akan pernah tergantikan.
0 Komentar
Terimakasih atas kunjungan anda. Silahkan tinggalkan komentar untuk catatan yang lebih baik lagi.